Modernisasi tak dapat dielakaan, hal ini juga yang menyebabkan sisi egois masyarakat modern menjadi semakin kental , rumah telah menjelma menjadi bagian eksklusif dan superprivat. Pagar-pagar tinggi didirikan. Area hijau dikesampingkan. Lalu dimana kehidupan bersosial yang penuh semangat kegotongroyongan dan kekeluargaan yang menjadi budaya luhur bangsa kita. Dimana tradisi menjaga alam dan bercocok tanam yang diwariskan nenek moyang kita?
Sebuah konsep rumah yang mencoba berpenampilan modern namun tetap mempertahankan nilai-nilai tradisi bertetangga masyarakat Indonesia yang guyub rukun satu sama lain. Menghibahkan halaman depan untuk area bermain anak-anak serta garasi yang berfungsi juga sebagai perpustakaan umum.
Denah lantai
1 mengadopsi bentukan rumah panggung, dimana lantai 1 dibuat terbuka
dan menyatu dengan alam. sekat-sekat berupa dinding diminimalkan untuk
memberi kesan luas dan lapang. hal ini juga selaras dengan konsep pendapa
pada rumah Jawa. Dengan tidak adanya sekat dinding diharapkan ruang
lantai 1 menjadi lebih dinamis untuk kegiatan-kegiatan bermasyarakat
yang membutuhkan space lebih lapang seperti hajatan, kenduri, arisan ataupun yasinan.
Apakah desain ini berhasil me-reintepretasi-kan rumah panggung atau tidak? bagi saya desain ini juga sebagai "alarm" untuk saya pribadi, bahwa sebuah rumah bukan hanya milik penghuni rumah, akan tetapi ada yang namanya space untuk hubungan sosial dengan tetangga, ada space untuk semangat kegotong-royongan dan kebersamaan dengan masyarakat sekitar, serta ada space untuk alam, tumbuhan dan binatang. Hidup memang harus berkembang, rumah boleh tampil modern, namun tradisi bermasyarakat atau berkampung haruslah selalu dijaga.
POSTER PRESENTASI : (klik gambar untuk ukuran lebih besar)
Designer:
Gustav Anandhtastatus: entry
project deadline: 2012
competition organizer: ARBBI
0 komentar:
Posting Komentar